Kisah tentang bagaimana saya dan putri saya 'berjuang' agar kami sama-sama ikhlas berpisah. Bagaimana saya meneguhkan putri saya, agar berusaha tetap krasan di pondok, tetap bertahan di pondok pesantren walau ada satu duatemannya yang gugur dan memilih pindah sekolah agar tetap bisa berkumpul dengan orang tua. semua sudah saya tulis seblumnya di blog jilbabcantiqmalang.blogspot.com


Lewat sekitar 8 bulan, putri saya mulai kerasan di Pondok. Saya ingat saat itu demi 'menemaninya' melewati masa - masa sulit dipondok pesantren saya rajin mengiriminya surat. Surat-surat itu sengaja saya tulis di kertas khusus binder. Sehingga mudah di kumpulkan, saya berharap kelak ketika dia dewasa, kumpulan surat-surat itu akan menjadi salah satu kengan yang manis. Dipondok psanter AR RAHMAH PUTRI DAU MALANG, orang tua hanya bisa menghubungi anak 1 kali seminggu selama 10 menit. Suatu ketika, saat mendapat jatah telp, kakak (demikian saya biasa memanggil putri sulung saya) bercerita dengan mengebu dan sangat gembira.
 


"Tau ngak bund? tadi teman-temanku baca surat yang bunda kirimkan..." cerita kakak antusias. 
"oya? bunda malu dunk kak... tulisan bunda di baca teman-temanmu." timpal saya. 
"iihh nga pa pa bund, kata temanku, bundamu keren banget sich, mau nulis surat kayak gini? coba mamaku, mana mau nulis beginian. " Sejak dikomentari oleh temannya tentang surat-surat yang saya kirimkan, putri saya tidak lagi sering menangis karena tidak krasan di pondok. 
So bagi bunda yang mau menyekolahkan putri anda di pondok pesantren. Pesan saya bertahanlah... bersambung


CONVERSATION

0 komentar: